-->

Penolakan Warga untuk Berperang tidak Saja Terjadi di Rusia tapi di Ukraina, Suriah, Yaman dan Ethiopia

- September 28, 2022
Fenomena warga menolak diwajibkan perang sebenarnya tidak saja terjadi Rusia namun juga sebelumnya di Ukraina, Suriah, Yaman dan Ethiopia.

Sebagaimana dilaporkan Rusia kini mengancam akan memberi hukuman 10 tahun bagi warga yang menolak dikirim perang ke Ukraina.

Presiden Vladimir Putin berencana akan menambah 300 ribu pasukannya ke Ukraina melihat kekuatan Rusia kalah 8 kali lipat dari pasukan Ukraina.

Penolakan ini menjadi berita utama di berbagai media padahal hal yang sama juga terjadi di negara-negara konflik lainnya.

Masih ingat di awal-awal perang, pemerintah Ukraina melarang para lelaki untuk mengungsi bersama keluarga. Mereka yang berhasil mengungsi ke Polandia dan negara-negara tetangga adalah para lansia dan anak-anak.

Ini artinya kalangan muda yang berada dalam umur yang sesuai dengan wajib militer juga menolak untuk berperang.

Para pengungsi yang tak berhasil keluar inilah yang kemudian dilatih oleh pemerintah Ukraina untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Rusia.

Hal yang sama juga terjadi di Suriah dan Yaman. Pemerintah Bashar Al Assad bahkan membuat syarat wajib militer untuk mendapatkan KTP, Paspor dan fasilitas negara lainnya.

Tidak hanya itu, hukuman penjara yang berat menanti mereka yang menolak perang.

Masih teringat di benak saat Grup Wagner tentara bayaran dari Rusia menyiksa warga Suriah yang ikut wajib militer karena menolak ditempatkan di garis depan.

Penyiksaan ini direkam video oleh sebuah lembaga kemanusiaan dan dibuat sebagai argumen kejahatan perang Grup Wagner dari Rusia itu.

Wajib militer juga diterapkan oleh tiga pemerintahan lainnya di Suriah khususnya di wilayah yang mereka duduki.

Pada tahun 2015, saat kelompok Houthi menguasai Sanaa, pemerintahan bentukannya juga menerapkan wajib militer ke warga di wilayahnya. Bahkan dibarengi dengan ancaman yang tidak ingin ikut dapat menyetor sejumlah dana untuk membiayai perang.

Ethiopia juga melakukan hal yang sama saat pemberontak Tigray mengamuk.

Karena bentuk negaranya bersifat federal, pemerintah Ethiopia menggunakan politik anggaran agar setiap negara bagian mau mengirimkan tentara lokalnya untuk digunakan melawan pemberontak Tigray.

Amerika Serikat saat ini telah menghindari penggunaan wajib militer untuk kegiatan perangnya di berbagai wilayah di dunia.

Namun mereka merekrut dari wilayah AS yang miskin seperti kepulauan di Pasifik yang rakyatnya memang sangat ingin menjadi tentara untuk mendapat gaji.

Inggris juga merekrut pasukan Gurkha dari Nepal dan Perancis melalui balion asingnya.

Grup Wagner dari Rusia memang membuka peluang rekrutken pasukan asing yang banyak diikuti warga Rusia, Suriah dan Asia Tengah. Namun jumlahnya tentu tidak sebanyak yang diingin. Paling hanya bisa pasok 50 ribu pasukan ke bawah.

Kekuatan pasukan Ukraina kini diperkirakan sekitar 2 juta. Maka butuh bagi Rusia untuk mengerahkan pasukan cadangannya untuk mengimbangi.

Sebagaimana di AS dan Eropa, kelompok anti perang akan memanfaatkan situasi ini untuk mengagalkan rekrutmen tersebut.



Advertisement