-->

Mengenal Syekh Abdul Wahab Rokan

- Mei 16, 2010
Oleh Jul Kiev

Tulisan ini dibuat untuk melengkapi rencana pembuatan buku “Pesantren Al Kautsar Al Akbar: Kiprah Dan Pengabdian” pada sub judul "Mengenal Para Kiyai dan Tuan Guru di Sumatera Pada Zaman Kontemporer".

Usulan ini dibuat oleh Mbak Mun di salah satu komen facebook saya. Siapakah sebenarnya Syekh Abdul Wahab Rokan yang sangat terkenal itu?? Bahkan pernah diusulkan menjadi salah satu pahlawan nasional.

Saya pernah mendengar nama ulama ini dari Kiya Fuad yang dulu selalu datang ke pesantren mengajar hanya di bulan ramadhan untuk santri dan santriyah yang masih berada di pesantren walau sudah libur.

Namanya begitu besar sehingga kebanyakan ulama besar dari Aceh, Sumut, Sumbar dan Riau pernah belajar kepada beliua.

Selain mendengar dari Kiyai Fuad, saya juga pernah membaca sedikit biografinya dari buku lapuk yang dijuaal di titipapan. Karena waktu itu tidak mempunyai uang untuk membelinya, padahal buku bekas, saya pun sekarang tidak mempunyai kopi atau pertinggal dari buku tersebut.

Padahal informasi tersebut sangat penting karena buku tersebut langsung dibuat oleh para muridnya dan bahkan anak-anaknya kalau nggak salah. Dan buku tersebut juga memuat beberap silsilah dari tharekat yang dipimpinnya. Artinya ada banyak nama ulama di buku tersebut.

Sehingga sekarang dasar utama untuk riset adalah dari internet. Dan alhamdulillah ternyata ada ribuan artikel mengenai beliau. Beberapa artikel tersebut saya kopi paste bulat-bulat sehingga kalau tiba saatnya untuk mengedit menjadi lebih mudah. tentunya tidak akan melupakan sumbernya:

Salah satunya adalah:

Hal Abdul Wahab Rokan

Gubernur Sumatera Utara, H Syamsul Arifin meminta kepada Tuan Guru Babussalam, Syekh H Hasyim El Syarwani, para mursyid dan jamaah Thariqat Naqsabandiyah agar mendoakan pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) di Sumatera Utara berjalan aman, lancar dan sukses.
Hal itu diminta Gubsu, karena tidak lama lagi tepatnya, 9 Juli 2009 masyarakat Indonesia akan memilih presiden dan wakil presiden.
"Kita akan menghadapi pilpres. Saya minta kepada para mursyid lewat Tuan Guru supaya umat ini ikut pemilu presiden. Bagi yang belum terdaftar cepat daftarkan diri, jangan begitu habis pemilihan minta didaftarkan," ujar Gubsu Syamsul Arifin pada sambutan Memperingati Haul ke 85 Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan Alkholidi Nagsyabandi, di Perkampungan Babussalan, Kec. Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Minggu (17/5) kemarin.
Pejabat nomor satu di propinsi Sumut dan rombongan ini diterima Tuan Guru Babussalam Syekh H Hasyim El Syarwani, Bupati Langkat Ngogesa Sitepu, Kepala Kandepag Kab.Langkat, Drs H Ilyas Lubis, Kapolres Langkat AKBP Drs Dody Marsidi, Danyon Marinir Pangkalan Brandan, Mayor Laut Umar Farouq dan pejabat lainnya.
Gubsu menjelaskan, dalam pilpres mendatang, petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak lagi mendatangi masyarakat, tapi para calon pemilih diminta aktif untuk mengecek langsung apakah namanya sudah atau tidaknya terdaftar di daftar pemilihan sementara (DPS) yang diumumkan di kantor kelurahan dan kecamatan setempat.
"Saya tidak bermaksud berkampanye di sini, tapi saya minta kita jangan memilih pemimpin seperti kucing dalam karung. Ini hak kita, siapa yang dipilih terserah. Karena negeri ini untuk anak cucu kita. Ini amanah dan kita akan diminta pertanggungjawaban," papar Gubsu.
Pada kesempatan itu, Gubsu dan rombongan mengaku sangat berbahagia bisa bertemu Tuan Guru Babussalam, Syekh Hasyim El Syarwani, Alim Ulama, para mursyid, jamaah Thariqat Naqsabandiyah, para santri dan undangan lainnya. Kata Gubsu, dengan pertemuan tersebut, jalinan tali silaturrahmi akan semakin erat.
Kata Gubsu, peringatan Haul ke-85 yang dimulai sejak 14 Mei 2009 tersebut mengandung makna dalam. Sebab, selain mengenang kembali perjuangan Syekh Abdul Wahab Rokan Alkholidi Naqsyabandi dalam mengembangkan ajaran Thariqat juga mendorong melanjutkan usaha dan karya nyata yang diwariskannya.
Kata mantan Bupati Langkat ini, sejarah mencatat murid Thariqat Naqsabandiyah tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan sejumlah Negara di Asia. Kondisi itu jelas menggambarkan para jamaah Thariqat Naqsabandiyah telah menjalankan transportasi ilmu pengetahuan keagamaan bagi masyarakat dengan semangat kekeluargaan, kemandirian dan damai.
Pada kesempatan itu, Gubsu yang juga putra Langkat itu mengajak para jamaah Tharigat Naqsyabandi dapat mengambil hikmah dari peringatan hari wafatnya Syekh Abdul Wahab Rokan tersebut. Selain itu meningkatkan amal ibadah dan taqwa kepada Allah SWT.
Pada Haul ke-85 kemarin, juga dibacakan sejarah singkat perjuangan Syekh Abdul Wahab Rokan oleh Syekh Abdul Hakim Am. Dijelaskannya, bahwa Syekh Abdul Wahab Rokan lebih dikenal Tuan Guru Babussalam lahir pada, 19 Rabiul Akhir 1230 H/28 September 1811 M. Pria kelahiran Riau ini, menghembuskan nafas terakhir di Desa Babussalam, Langkat pada Jumat, 21 Jumadil Awal 1345 H/27 Desember 1926 M.
Dia merupakan anak Abdul Manaf bin Muhammad Yasin Bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambuse. Dia adalah seorang Ulama besar dan cukup tersohor di masanya. Ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim. Masih memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat, Syekh Abdul Wahab.
Selama hayatnya, dia terus berguru tak hanya di tanah kelahirannya Riau, tapi juga di Malaysia hingga ke Makkah. Setelah itu, dia mengembangkan Tariqat Naqsabandiyah hingga ke Babussalam, Langkat hingga massa hayatntya. Hingga kini, muridnya telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan manca Negara.
Dijelaskan Syekh Abdul Hakim, Desa Babussalam sendiri dibangun Syekh Abdul Wahab Rokan bersama muridnya pada 12 Syawal 1300 H (1883 M). Daerah itu merupakan wakaf salah seorang muridnya Sultan Musa Al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Selama tinggal di Babussalam, dia terus mengajarkan Thariqat Naqsabandi. Dia juga ikut berjuang melawan penjajahan Belanda, mendirikan Serikat Islam, membuka perkebunan jeruk dan mendirikan percetakan. Atas jasanya itu, hingga kini setiap hari wafatnya terus diperingati dan dihadiri tak kurang 15 ribu muridnya di Indonesia dan Asia .
Dalam memperingati Haul itu, para muridnya pada hari pertama dan kedua haul seusai Shalat Isya terus Ber-Zikir di depan makam Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan.
Tampak hadir pada Haul ke-85 kemarin, diantaranya Gubernur Riau, H Rusli Zainal, Kapoldasu Irjen Pol Badrodin Haiti, Ketua Umum MUI Sumut, H Abdullah Syah, MA, Ketua Umum MUI Kota Medan Prof H Moh Hatta, Sekda Kota Medan Zulmi Eldin, Konsul Kehormatan Turki Rahmad Shah, Asisten Administrasi Umum Propsu Rahutman Harahap, Ketua DPRD Sumut, Darmataksiah YWR dan sejumlah tamu dan undangan lainnya. ***

Sumber: http://warta-kita.com/node/3201

Ulama yang berwibawa:

Babussalam, Langkat, Sumatera Timur adalah merupakan pusat penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang terbesar di Sumatera sesudah aktiviti Syeikh Ismail bin Abdullah al- Minankabawi. Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Babussalam tersebut pada satu ketika sangat terkenal hingga ke Semenanjung Tanah Melayu terutama Johor dan Singapura. Namanya ketika kecil ``Abul Qasim'', digelar juga dengan ``Faqih Muhammad''. Nama lengkap Syeikh Abdul Wahhab bin `Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Lahir 10 Rabiulakhir 1242 H/11 November 1826 M). Wafat di Babussalam, Langkat, pada hari Jumaat, 21 Jamadilawal 1345 H/26 Disember 1926 M. Moyangnya Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai adalah seorang ulama besar dan golongan raja-raja yang sangat berpengaruh pada zamannya.
Pendidikan
Selain pendidikan dari lingkungan keluarga sendiri Abdul Wahhab belajar kepada Tuan Guru Haji Abdul Halim di Tembusai. Dalam 1846 M - 1848 M Abdul Wahhab merantau ke Semenanjung, pernah tinggal di Johor dan Melaka. Dalam tempoh lebih kurang dua tahun itu digunakannya kesempatan mengajar dan belajar. Di antara gurunya ketika berada di Malaya (Malaysia Barat) ialah Tuan Guru Syeikh Muhammad Yusuf seorang ulama yang berasal dari Minangkabau. Masih dalam tahun 1848 itu juga Abdul Wahhab meneruskan pengembaraannya menuju ke Mekah dan belajar di sana hingga tahun 1854 M. Di antara gurunya sewaktu di Mekah ialah Syeikh Muhammad Yunus bin Syeikh Abdur Rahman Batu Bara, Asahan, dan lain-lain. Pelajaran tasawuf khusus mengenai Thariqat Naqsyabandiyah Abdul Wahhab dididik oleh seorang ulama besar yang cukup terkenal, beliau ialah Syeikh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abi Qubis, Mekah.
Pulang dan Aktiviti
Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan pulang ke tanah air dalam tahun 1854 M dan dalam tahun itu juga mengajar di Tanjung Mesjid, daerah Kubu Bagan Siapi-api, Riau. Dalam tahun 1856 M beliau juga mengajar di Sungai Mesjid, daerah Dumai, Riau. Selanjutnya mengajar di Kualuh, wilayah Labuhan Batu tahun 1860 M. Mengajar di Tanjung Pura, Langkat tahun 1865 M. Mengajar di Gebang tahun 1882 M, dan dalam tahun itu juga berpindah ke Babussalam, Padang Tualang, Langkat. Di Babussalamlah dijadikan sebagai pusat seluruh aktiviti, sebagai pusat tarbiyah zhahiriyah, tarbiyah ruhaniyah dan dakwah membina umat semata-mata mengabdi kepada Allah s.w.t.
Sungguh pun demikian Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan tidak mengabaikan perjuangan duniawi kerana beliau bersama-sama dengan Sultan Zainal Abidin, Sultan Kerajaan Rokan dan Haji Abdul Muthallib, Mufti Kerajaan Rokan pernah mengasaskan ``Persatuan Rokan''. ``Persatuan Rokan'' bertujuan secara umumnya adalah untuk kemaslahatan dan kebajikan Rokan. Walau bagaimana pun tujuan utamanya adalah perjuangan kemerdekaan untuk melepaskan Kerajaan Rokan dari penjajahan Belanda. Pembahagian kerja ``Persatuan Rokan'' ialah Sultan Zainal Abidin sebagai pelaksana segala urusan luar negeri. Haji Abdul Muthallib menjalankan pekerjaan-pekerjaan dalam negeri dan Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab sebagai menerapkan pendidikan memberi semangat pada masyarakat.
Perkampungan Babussalam
Dalam tarikh 12 Syawal 1300 H/12 Ogos 1883 M Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan bersama 160 orang pengikutnya dengan menggunakan 13 buah perahu memudiki Sungai Serangan menuju perkampungan peribadatan dengan undang-undang atau peraturannya tersendiri yang dinamakan Babussalam. Pendidikan mengenai keislaman diterapkan setiap hari dan malam, sembahyang berjemaah tidak sekali-kali diabaikan. Tilawah al-Quran, selawat, zikir, terutama zikir menurut kaedah Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan lain-lain sejenisnya semuanya dikerjakan dengan teratur di bawah bimbingan ``Syeikh Mursyid'' dan ``khalifah-khalifah''nya. ``Syeikh Mursyid'' adalah Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan sendiri. ``Khalifah'' ada beberapa orang, pada satu ketika di antara ``khalifah'' terdapat salah seorang yang berasal dari Kelantan. Beliau ialah khalifah Haji Abdul Hamid, yang masih ada kaitan kekeluargaan dengan Syeikh Wan Ali bin Abdur Rahman Kutan al-Kalantani.
Pada tahun 1342 H/1923 M Asisten Residen Belanda bersama Sultan Langkat menyematkan ``Bintang Emas'' untuk Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan. Wakil pemerintah Belanda menyampaikan pidatonya pada upacara penyematan bintang itu, ``Adalah Tuan Syeikh seorang yang banyak jasa mengajar agama Islam dan mempunyai murid yang banyak di Sumatera dan Semenanjung dan lainnya, dari itu kerajaan Belanda menghadiahkan sebuah ``Bintang Emas'' kepada Tuan Syeikh. Seorang sufi sebagai Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan penyematan bintang seperti itu bukanlah merupakan kebanggaan baginya, mungkin sebaliknya bahawa bisa saja ada maksud-maksud tertentu daripada pihak penjajah Belanda untuk memperalatkan beliau untuk kepentingan kaum penjajah yang sangat licik itu. Oleh itu, dengan tegas Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan berkata ketika itu juga, ``Jika saya dipandang seorang yang banyak jasa, maka sampaikanlah pesan (amanah) saya kepada Raja Belanda supaya ia masuk Islam.''
Karya
Tidak banyak diketahui hasil penulisan Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan. Setakat ini yang dapat dikesan ialah:
1. Munajat, merupakan kumpulan puji-pujian dan pelbagai doa.
2. Syair Burung Garuda, merupakan pendidikan dan bimbingan remaja .
3. Wasiat, merupakan pelajaran adab murid terhadap guru, akhlak, dan 41 jenis wasiat.
Petikan 41 wasiat yang dimaksudkan beliau antaranya:
Wasiat yang pertama, ``Hendaklah kamu sekalian masyghul dengan menuntut ilmu Quran dan kitab kepada guru-guru yang mursyid. Dan hinakan diri kamu kepada guru kamu dan perbuat apa-apa yang disuruhnya. Jangan bertangguh. Dan banyak-banyak bersedekah kepadanya. Dan seolah-olah diri kamu itu hambanya. Dan jika sudah dapat ilmu itu maka hendaklah kamu ajarkan kepada anak cucu, kemudian kepada orang lain. Dan kasih sayang kamu akan muridmu seperti kasih sayang akan cucu kamu. Dan jangan kamu minta upah dan makan gaji sebab mengajar itu, tetapi minta upah dan gaji itu kepada Tuhan Esa lagi Kaya Murah, iaitu Allah Ta'ala.''
Wasiat yang kedua, ``Apabila kamu sudah baligh hendaklah menerima Thariqat Syaziliyah atau Thariqat Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku. ``Wasiat yang kedua ini jelas bahawa Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan sangat menekankan amalan tarekat. Mengenai ini juga ada hujah-hujah yang kuat di kalangan penganut-penganut sufi, walau pun ada golongan yang tidak sependapat dengan yang demikian itu. Pada pandangan saya mempertikaikannya adalah merupakan pekerjaan yang sia-sia, kerana bermujadalah adalah termasuk salah satu sifat mazmumah (dicela) oleh syarak Islam.
Wasiat yang ketiga, ``Jangan kamu berniaga - maksudnya jika terdapat penipuan atau pun riba. Jika hendak mencari nafkah hendaklah dengan tulang empat kerat seperti berhuma dan berladang dan menjadi amil (orang yang bekerja, pen:). Dan di dalam mencari nafkah itu hendaklah bersedekah tiap-tiap hari supaya segera dapat nafkah. Dan jika dapat ringgit sepuluh, maka hendaklah sedekahkan satu dan taruh sembilan. Dan jika dapat dua puluh, sedekahkan dua. Dan jika dapat seratus, sedekahkan sepuluh dan taruh sembilan puluh. Dan apabila cukup nafkah kira-kira setahun maka hendaklah berhenti mencari itu dan duduk beramal ibadat hingga tinggal nafkah kira-kira empat puluh hari maka boleh mencari.
''Wasiat yang keempat, ``Maka hendaklah kamu berbanyak-banyak sedekah sebilang hari istimewa pada malam Jumaat dan harinya. Dan sekurang-kurang sedekah itu empat puluh duit pada tiap-tiap hari. Dan lagi hendaklah bersedekah ke Mekah pada tiap-tiap tahun.
''Wasiat yang kelima, ``Jangan kamu bersahabat dengan orang yang jahil dan orang fasik. Dan jangan bersahabat dengan orang kaya yang bakhil. Tetapi bersahabatlah kamu dengan orangalim-alim dan ulama-ulama dan salih-salih.''*
Wasiat yang keenam, ``Jangan kamu hendak kemegahan dunia dan kebesarannya seperti hendak menjadi kadi, imam dan lain-lainnya istimewa pula hendak jadi penghulu-penghulu dan lagi jangan hendak menuntut harta benda banyak-banyak. Dan jangan dibanyakkan memakai pakaian yang halus.
''Wasiat yang ketujuh, ``Jangan kamu menuntut ilmu sihir seperti kuat, dan kebal dan pemanis serta lainnya kerana sekalian ilmu telah ada di dalam al-Quran dan kitab.
''Wasiat yang kelapan, "Hendaklah kamu kuat menghinakan diri kepada orang Islam, dan jangan dengki khianat kepada mereka itu. Dan jangan diambil harta mereka itu melainkan dengan izin syarak.''
Demikianlah 8 wasiat yang dipetik dari 41 wasiat Syeikh Abdul Wahhab Rokan, semuanya masih perlu perbahasan atau pentafsiran yang panjang. Kerana jika tidak ditafsirkan kemungkinan orang-orang yang berada di luar lingkungan sufi akan beranggapan bahawa wasiat beliau itu sebagai penghalang terhadap kemajuan dunia moden. Sebelum anda sempat mengikuti pentafsirannya, saya berpendapat bahawa jalan menuju takwa kepada Allah sekali-kali adalah tidak menghalang kemajuan dunia moden jika kemajuan itu tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Murid
Murid Syeikh Abdul Wahhab Rokan sangat ramai: Di antara muridnya yang dianggap mursyid dan khalifah dan yang sangat giat menyebarkan Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Batu Pahat, Johor ialah Syeikh Umar bin Haji Muhammad al-Khalidi. Muridnya yang lain ialah Syeikh Muhammad Nur Sumatera. Murid Syeikh Muhammad Nur Sumatera ialah Haji Yahya Laksamana al-Khalidi an-Naqsyabandi, Rambah, Sumatera. Beliau ini adalah penyusun buku berjudul Risalah Thariqat Naqsyabandiyah Jalan Ma'rifah, cetakan pertama tahun 1976 di Malaysia, diterbitkan oleh pengarangnya sendiri.
(Petikan daripada akhbar Utusan Malaysia, ruangan Ulama Nusantara, Syeikh Abdul Wahhab Rokan, Mursyid Tarekat Yang Berwibawa karya Ustaz Wan Mohd Shaghir Abdullah)

Sumber: http://tamanulama.blogspot.com/2008/03/syeikh-abdul-wahab-rokan-ulama-tarekat.html


Syekh Abdul Wahab Rokan Diusulkan sebagai Pahlawan Nasional

Selain Tuanku Tambusai yang telah ditetapkan sebagai Pahwalan Nasional, satu lagi, putra terbaik Rokan Hulu, Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan yang dikenal dan berhasil mengembangkan dan membesarkan agama Islam di Riau tepatnya di Rantau Binuang Sakti, Kecamatan Kepenuhan, bahkan di wilayah Sumatera, tahun 2010 ini diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.

Hal itu terungkap dalam rapat pertemuan perencanaan pembangunan tempat kelahiran Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan, Rabu (13/1), bertempat di aula Kantor Lurah Kota Tengah Kecamatan Kepenuhan.

Pertemuan yang digelar oleh Tim Pencari Fakta (TPF) Rohul, menjadikan Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan sebagai Pahlawan Nasional, mengundang Tuan Guru Madrasah Suluk Hidayatussalikin Mursyid Maizul bersama jamaahnya, KUA Kecamatan Kepenuhan, Kades Rantau Binuang Sakti Kecamatan Kepenuhan, Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Rohul Yurikawati SSos.

Selanjutnya hadir Ketua TPF Menjadikan Tuang Guru Syekh Abdul Wahab Rohul sebagai Pahwalan Nasional Ismail Hamkaz SAg MSi, Tokoh masyarakat di antaranya Drs Effendi R selaku mantan anggota DPRD Rohul, Ketua Osis SMPN, SMP Islam, Ketua Osis SMUN, MAS serta sejumlah Kepala Sekolah dari SD, SMP dan SMU.

Dalam pertemuan tersebut, Ketua TPF Menjadikan Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan sebagai Pahlawan Nasional. Ismail Hamkaz menceritakan secara singkat riwayat hidup Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan, bahwasanya ia lahir di Dusun Bunga Tanjung Desa Rantau Binuang Sakti Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rohul, pada tanggal 10 Rabbiul Akhir 1239 H, bertepatan pada tgl 28 Desember 1811 M.

Orang tua dari Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan, ibunya bernama Arbaiyah dan Ayah bernama Abdul Manaf bin M Yasin bin Maulana. Dimana nama kecil dari tuan guru, Abu Qossim.

Dari kampung kelahirannya hingga dewasa, Tuan guru yang melalang buana mengembangkan agama Islam di wilayah Sumatera dan luar Sumatera, Syek Abdul Wahab Rokan wafat di Basilam Langkat Sumatera Utara, pada tanggal 21 Jumadil Awal 1345 H / 27 Desember 1926 M.

Ismail Hamkaz yang juga sebagai anggota DPRD Rohul daerah pemilihan Kecamatan Kepenuhan ini, menyebutkan, dalam perencanaan pembangunan tempat kelahiran Syek Abdul Wahab Rokan, ada dua tim yakni dari Rohul dan Rokan Hilir.

Dimana tim telah memulai sejak tahun 2009 lalu. Diharapkan tahun 2010 tuntas dengan adanya masukan-masukan dari berbagai unsur komponen masyarakat Rokan Hulu.

‘’Alhamdulillah, biaya untuk perencanaan pembangunan tempat kelahiran tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan, dianggarkan di dalam APBD Rohul tahun 2010 sebesar Rp250 juta.Ini sebagai bentuk kepedulian Pemkab Rohul dan Banggar DPRD Rohul. Untuk biaya pembangunan akan menghabiskan dana Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar. Kita harapkan tahun 2011 bisa diakomodir di dalam APBD I Riau dan APBD Rohul 2011,’’ ungkap Ismail Hamkaz kepada Riau Pos, Rabu (13/1).

Mengenai lokasi pembangunan tempat kelahiran Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan, lanjut Ismail, lahan yang harus dipersiapkan seluas 6 hektar di Rantau Binuang Sakti. Karena di dalam lokasi itu, akan dibangun benteng pertahanan. Di dalam benteng itu ada madarasah suluk, kolam raja dan anak raja, tapak masjid buatan Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan sewaktu muda.

Selanjutnya, tempat bertapa atau mengaji serta tempat kuburan dari guru beliau yang dimakamkan, tapak rumah dan tempat berwudu Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan.

‘’Kita akan membuat desain engginering detail (DED), untuk membangun tempat kelahiran Tuan Guru Syek Abdul Wahab Rokan ini. Mengapa kita gali sejarah dan pembangunan tempat kelahiran tuan guru, karena beliau penyebarkan agama Islam dan sebagai pusat pengembangan Islam di Rohul.

Sumber: http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=583&kat=7

SYEIKH ABDUL WAHHAB ROKAN

Mursyid Tarekat Yang Berwibawa
Oleh WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH

BABUSSALAM, Langkat, Sumatera Timur adalah merupakan pusat penyebaran Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang terbesar di Sumatera sesudah aktiviti Syeikh Ismail bin Abdullah al- Minankabawi. Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Babussalam tersebut pada satu ketika sangat terkenal hingga ke Semenanjung Tanah Melayu terutama Johor dan Singapura. Namanya ketika kecil “Abul Qasim”, digelar juga dengan “Faqih Muhammad”. Nama lengkap Syeikh Abdul Wahhab bin `Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Lahir 10 Rabiulakhir 1242 H/11 November 1826 M). Wafat di Babussalam, Langkat, pada hari Jumaat, 21 Jamadilawal 1345 H/26 Disember 1926 M. Moyangnya Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai adalah seorang ulama besar dan golongan raja-raja yang sangat berpengaruh pada zamannya.

PENDIDIKAN

Selain pendidikan dari lingkungan keluarga sendiri Abdul Wahhab belajar kepada Tuan Guru Haji Abdul Halim di Tembusai. Dalam 1846 M – 1848 M Abdul Wahhab merantau ke Semenanjung, pernah tinggal di Johor dan Melaka. Dalam tempoh lebih kurang dua tahun itu digunakannya kesempatan mengajar dan belajar. Di antara gurunya ketika berada di Malaya (Malaysia Barat) ialah Tuan Guru Syeikh Muhammad Yusuf seorang ulama yang berasal dari Minangkabau. Masih dalam tahun 1848 itu juga Abdul Wahhab meneruskan pengembaraannya menuju ke Mekah dan belajar di sana hingga tahun 1854 M. Di antara gurunya sewaktu di Mekah ialah Syeikh Muhammad Yunus bin Syeikh Abdur Rahman Batu Bara, Asahan, dan lain-lain. Pelajaran tasawuf khusus mengenai Thariqat Naqsyabandiyah Abdul Wahhab dididik oleh seorang ulama besar yang cukup terkenal, beliau ialah Syeikh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abi Qubis, Mekah.

PULANG DAN AKTIVITI

Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan pulang ke tanah air dalam tahun 1854 M dan dalam tahun itu juga mengajar di Tanjung Mesjid, daerah Kubu Bagan Siapi-api, Riau. Dalam tahun 1856 M beliau juga mengajar di Sungai Mesjid, daerah Dumai, Riau. Selanjutnya mengajar di Kualuh, wilayah Labuhan Batu tahun 1860 M. Mengajar di Tanjung Pura, Langkat tahun 1865 M. Mengajar di Gebang tahun 1882 M, dan dalam tahun itu juga berpindah ke Babussalam, Padang Tualang, Langkat. Di Babussalamlah dijadikan sebagai pusat seluruh aktiviti, sebagai pusat tarbiyah zhahiriyah, tarbiyah ruhaniyah dan dakwah membina umat semata-mata mengabdi kepada Allah s.w.t.

Sungguh pun demikian Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan tidak mengabaikan perjuangan duniawi kerana beliau bersama-sama dengan Sultan Zainal Abidin, Sultan Kerajaan Rokan dan Haji Abdul Muthallib, Mufti Kerajaan Rokan pernah mengasaskan “Persatuan Rokan”. “Persatuan Rokan” bertujuan secara umumnya adalah untuk kemaslahatan dan kebajikan Rokan. Walau bagaimana pun tujuan utamanya adalah perjuangan kemerdekaan untuk melepaskan Kerajaan Rokan dari penjajahan Belanda. Pembahagian kerja “Persatuan Rokan” ialah Sultan Zainal Abidin sebagai pelaksana segala urusan luar negeri. Haji Abdul Muthallib menjalankan pekerjaan-pekerjaan dalam negeri dan Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab sebagai menerapkan pendidikan memberi semangat pada masyarakat.

PERKAMPUNGAN BABUSSALAM

Dalam tarikh 12 Syawal 1300 H/12 Ogos 1883 M Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan bersama 160 orang pengikutnya dengan menggunakan 13 buah perahu memudiki Sungai Serangan menuju perkampungan peribadatan dengan undang-undang atau peraturannya tersendiri yang dinamakan Babussalam. Pendidikan mengenai keislaman diterapkan setiap hari dan malam, sembahyang berjemaah tidak sekali-kali diabaikan. Tilawah al-Quran, selawat, zikir, terutama zikir menurut kaedah Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan lain-lain sejenisnya semuanya dikerjakan dengan teratur di bawah bimbingan “Syeikh Mursyid” dan “khalifah-khalifah”nya. “Syeikh Mursyid” adalah Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan sendiri. “Khalifah” ada beberapa orang, pada satu ketika di antara “khalifah” terdapat salah seorang yang berasal dari Kelantan. Beliau ialah khalifah Haji Abdul Hamid, yang masih ada kaitan kekeluargaan dengan Syeikh Wan Ali bin Abdur Rahman Kutan al-Kalantani.

Pada tahun 1342 H/1923 M Asisten Residen Belanda bersama Sultan Langkat menyematkan “Bintang Emas” untuk Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan. Wakil pemerintah Belanda menyampaikan pidatonya pada upacara penyematan bintang itu, “Adalah Tuan Syeikh seorang yang banyak jasa mengajar agama Islam dan mempunyai murid yang banyak di Sumatera dan Semenanjung dan lainnya, dari itu kerajaan Belanda menghadiahkan sebuah “Bintang Emas” kepada Tuan Syeikh. Seorang sufi sebagai Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan penyematan bintang seperti itu bukanlah merupakan kebanggaan baginya, mungkin sebaliknya bahawa bisa saja ada maksud-maksud tertentu daripada pihak penjajah Belanda untuk memperalatkan beliau untuk kepentingan kaum penjajah yang sangat licik itu. Oleh itu, dengan tegas Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan berkata ketika itu juga, “Jika saya dipandang seorang yang banyak jasa, maka sampaikanlah pesan (amanah) saya kepada Raja Belanda supaya ia masuk Islam.”

KARYA

Tidak banyak diketahui hasil penulisan Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan. Setakat ini yang dapat dikesan ialah:
1. Munajat, merupakan kumpulan puji-pujian dan pelbagai doa.
2. Syair Burung Garuda, merupakan pendidikan dan bimbingan remaja .
3. Wasiat, merupakan pelajaran adab murid terhadap guru, akhlak, dan 41 jenis wasiat.

Petikan 41 wasiat yang dimaksudkan beliau antaranya;

Wasiat yang pertama, “Hendaklah kamu sekalian masyghul dengan menuntut ilmu Quran dan kitab kepada guru-guru yang mursyid. Dan hinakan diri kamu kepada guru kamu dan perbuat apa-apa yang disuruhnya. Jangan bertangguh. Dan banyak-banyak bersedekah kepadanya. Dan seolah-olah diri kamu itu hambanya. Dan jika sudah dapat ilmu itu maka hendaklah kamu ajarkan kepada anak cucu, kemudian kepada orang lain. Dan kasih sayang kamu akan muridmu seperti kasih sayang akan cucu kamu. Dan jangan kamu minta upah dan makan gaji sebab mengajar itu, tetapi minta upah dan gaji itu kepada Tuhan Esa lagi Kaya Murah, iaitu Allah Ta’ala.”

Wasiat yang kedua, “Apabila kamu sudah baligh hendaklah menerima Thariqat Syaziliyah atau Thariqat Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku. “Wasiat yang kedua ini jelas bahawa Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan sangat menekankan amalan tarekat. Mengenai ini juga ada hujah-hujah yang kuat di kalangan penganut-penganut sufi, walau pun ada golongan yang tidak sependapat dengan yang demikian itu. Pada pandangan saya mempertikaikannya adalah merupakan pekerjaan yang sia-sia, kerana bermujadalah adalah termasuk salah satu sifat mazmumah (dicela) oleh syarak Islam.

Wasiat yang ketiga, “Jangan kamu berniaga – maksudnya jika terdapat penipuan atau pun riba. Jika hendak mencari nafkah hendaklah dengan tulang empat kerat seperti berhuma dan berladang dan menjadi amil (orang yang bekerja, pen:). Dan di dalam mencari nafkah itu hendaklah bersedekah tiap-tiap hari supaya segera dapat nafkah. Dan jika dapat ringgit sepuluh, maka hendaklah sedekahkan satu dan taruh sembilan. Dan jika dapat dua puluh, sedekahkan dua. Dan jika dapat seratus, sedekahkan sepuluh dan taruh sembilan puluh. Dan apabila cukup nafkah kira-kira setahun maka hendaklah berhenti mencari itu dan duduk beramal ibadat hingga tinggal nafkah kira-kira empat puluh hari maka boleh mencari.”

Wasiat yang keempat, “Maka hendaklah kamu berbanyak-banyak sedekah sebilang hari istimewa pada malam Jumaat dan harinya. Dan sekurang-kurang sedekah itu empat puluh duit pada tiap-tiap hari. Dan lagi hendaklah bersedekah ke Mekah pada tiap-tiap tahun.”

Wasiat yang kelima, “Jangan kamu bersahabat dengan orang yang jahil dan orang fasik. Dan jangan bersahabat dengan orang kaya yang bakhil. Tetapi bersahabatlah kamu dengan orang
alim-alim dan ulama-ulama dan salih-salih.”

* Wasiat yang keenam, “Jangan kamu hendak kemegahan dunia dan kebesarannya seperti hendak menjadi kadi, imam dan lain-lainnya istimewa pula hendak jadi penghulu-penghulu dan lagi jangan hendak menuntut harta benda banyak-banyak. Dan jangan dibanyakkan memakai pakaian yang halus.”

Wasiat yang ketujuh, “Jangan kamu menuntut ilmu sihir seperti kuat, dan kebal dan pemanis serta lainnya kerana sekalian ilmu telah ada di dalam al-Quran dan kitab.”

Wasiat yang kelapan, “Hendaklah kamu kuat menghinakan diri kepada orang Islam, dan jangan dengki khianat kepada mereka itu. Dan jangan diambil harta mereka itu melainkan dengan izin syarak.”

Demikianlah 8 wasiat yang dipetik dari 41 wasiat Syeikh Abdul Wahhab Rokan, semuanya masih perlu perbahasan atau pentafsiran yang panjang. Kerana jika tidak ditafsirkan kemungkinan orang-orang yang berada di luar lingkungan sufi akan beranggapan bahawa wasiat beliau itu sebagai penghalang terhadap kemajuan dunia moden. Sebelum anda sempat mengikuti pentafsirannya, saya berpendapat bahawa jalan menuju takwa kepada Allah sekali-kali adalah tidak menghalang kemajuan dunia moden jika kemajuan itu tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

MURID

Murid Syeikh Abdul Wahhab Rokan sangat ramai: Di antara muridnya yang dianggap mursyid dan khalifah dan yang sangat giat menyebarkan Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Batu Pahat, Johor ialah Syeikh Umar bin Haji Muhammad al-Khalidi. Muridnya yang lain ialah Syeikh Muhammad Nur Sumatera. Murid Syeikh Muhammad Nur Sumatera ialah Haji Yahya Laksamana al-Khalidi an-Naqsyabandi, Rambah, Sumatera. Beliau ini adalah penyusun buku berjudul Risalah Thariqat Naqsyabandiyah Jalan Ma’rifah, cetakan pertama tahun 1976 di Malaysia, diterbitkan oleh pengarangnya sendiri.

Sumber: http://berandamadina.wordpress.com/2010/02/17/syeikh-abdul-wahhab-rokan-mursyid-tarekat-yang-berwibawa/

Mengenang:

“Ulama adalah Pewaris Nabi” demikian dalam hadist disebutkan sebagai gambaran bahwa kedudukan ulama sangatlah mulia. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (5:323), dan juga oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1:122), dan ia menyatakannya shahih, dan ini disetujui oleh Imam Al-Dhahabi Nabi bersabda :

“Man lam yuwaqqir kabirana wa lam yarham saghirana fa laysa minna.”
“Barangsiapa tidak menaruh hormat pada orang yang lebih tua di antara kami atau tidak mengasihi yang lebih muda, tidaklah termasuk golongan kami”

Salah satu cara kita menghargai Ulama adalah dengan mengenang jasa-jasa Beliau dalam menegakkan agama, pada kesempatan ini saya mengangkat biografi salah seorang Syekh yang telah berjasa dalam berdakwah menyebarkan agama Islam melalui Thariqat Naqsyabandi. Beliau adalah Syekh Abdul Wahab Rokan dikenal juga dengan Syekh Basilam yang merupakan murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah. Saya pernah berziarah ke makam Beliau yang terletak di perkampungan Basilam, Kabupaten Langkat. Biografi Beliau saya ambil dari Makalah PEMIKIRAN SUFISTIK SYEKH ABDUL WAHAB ROKAN Karya M. Iqbal Irham M.Ag, mudah-mudahan riwayat hidup Beliau dapat menjadi bahan renungan dan menjadi ilmu untuk kita semua.



Syekh Abdul Wahab dilahirkan dan dibesarkan dikalangan keluarga bangsawan yang taat beragama, berpendidikan dan sangat dihormati. Ia lahir pada tanggal 19 Rabiul Akhir 1230 H di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau dan diberi nama Abu Qosim. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusei, seorang ulama besar yang ‘abid dan cukup terkemuka pada saat itu. Sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat. Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M.

Masa remaja Syekh Abdul Wahab, lebih banyak dipenuhi dengan mencari dan menambah ilmu pengetahuan. Pada awalnya ia belajar dengan Tuan Baqi di tanah kelahirannya Kampung Danau Runda, Kampar, Riau. Kemudian ia menamatkan pelajaran Alquran pada H.M. Sholeh, seorang ulama besar yang berasal dari Minangkabau.

Setelah menamatkan pelajarannya dalam bidang al-Quran, Syekh Abdul Wahab melanjutkan studinya ke daerah Tambusei dan belajar pada Maulana Syekh Abdullah Halim serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusei. Dari kedua Syekh inilah, ia mempelajari berbagai ilmu seperti tauhid, tafsir dan fiqh. Disamping itu ia juga mempelajari “ilmu alat” seperti nahwu, sharaf, balaghah, manthiq dan ‘arudh. Diantara Kitab yang menjadi rujukan adalah Fathul Qorib, Minhaj al-Thalibin dan Iqna’. Karena kepiawaiannya dalam menyerap serta penguasaannya dalam ilmu-ilmu yang disampaikan oleh guru-gurunya, ia kemudian diberi gelar “Faqih Muhammad”, orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh.

Syekh Abdul Wahab kemudian melanjutkan pelajarannya ke Semenanjung Melayu dan berguru pada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau. Ia menyerap ilmu pengetahuan dari Syekh Muhammad Yusuf selama kira-kita dua tahun, sambil tetap berdagang di Malaka.

Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia tidak puas hanya belajar sampai di Malaka. Ia seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun pada guru-guru ternama pada saat itu. Di sini pulalah ia memperdalam ilmu tasawuf dan tarekat pada Syekh Sulaiman Zuhdi sampai akhirnya ia memperoleh ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”.

Syekh Abdul Wahab dalam penelusuran awal yang penulis lakukan, juga memperdalam Tarekat Syaziliyah. Hal ini terbukti dari pencantuman namanya sendiri ketika ia menulis buku 44 Wasiat yakni “Wasiat Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi as-Syazali…”. Selain itu, pada butir kedua dari 44 Wasiat, ia mengatakan “apabila kamu sudah baligh berakal hendaklah menerima Thariqat Syazaliyah atau Thariqat Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku”. Hanya saja sampai saat ini, penulis belum memperoleh data kapan, dimana dan pada siapa Syekh Abdul Wahab mempelajari Tarekat Syaziliyah ini.

Pada saat belajar di Mekah, Syekh Abdul Wahab dan murid-murid yang lain pernah diminta untuk membersihkan wc dan kamar mandi guru mereka. Saat itu, kebanyakan dari kawan-kawan seperguruannya melakukan tugas ini dengan ketidakseriusan bahkan ada yang enggan. Lain halnya dengan Syekh Abdul Wahab. Ia melaksanakan perintah gurunya dengan sepenuh hati. Setelah semua rampung, Sang Guru lalu mengumpulkan semua murid-muridnya dan memberikan pujian kepada Syekh Abdul Wahab sambil mendoakan, mudah-mudahan tangan yang telah membersihkan kotoran ini akan dicium dan dihormati oleh termasuk para raja.

Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu dan murid-muridnya. Daerah yang bernama “Babussalam” ini di bangun pada 12 Syawal 1300 H (1883 M) yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap, mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya.

Di sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu. Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada jamaah di Babussalam. Sebagian khutbah-khutbah tersebut -enam buah diantaranya- diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya’ban, Khutbah Ramadhan, Khutbah Syawal, dan Khutbah Dzulqa’dah. Dua khutbah lain tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Sedangkan empat khutbah lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jumat, Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam, dan Khutbah Dosa Sosial.

Wasiat atau yang lebih dikenal dengan nama “44 Wasiat Tuan Guru” adalah kumpulan pesan-pesan Syekh Abdul Wahab kepada seluruh jamaah tarekat, khususnya kepada anak cucu / dzuriyat-nya. Wasiat ini ditulisnya pada hari Jumat tanggal 13 Muharram 1300 H pukul 02.00 WIB kira-kira sepuluh bulan sebelum dibangunnya Kampung Babussalam.

Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan. Dalam Munajat ini, terlihat bagaimana keindahan syair Syekh Abdul Wahab dalam menyusun secara lengkap silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah Saw. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat yang diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja. Sayangnya, sampai saat ini Syair Burung Garuda tidak diperoleh naskahnya lagi. Sementara itu, naskah asli Syair Sindiran telah diedit dan dicetak ulang dalam Aksara Melayu (Indonesia) oleh Syekh Haji Tajudin bin Syekh Muhammad Daud al-Wahab Rokan pada tahun 1986.

Selain khutbah-khutbah, wasiat maupun syair-syair, Syekh Abdul Wahab juga meninggalkan berbait-bait pantun nasehat. Pantun-pantun ini memang tidak satu baitpun tertulis namun sebagian diantaranya masih dihafal oleh sebagian kecil anak cucunya secara turun temurun. Menurut Mualim Said, -salah seorang cucu Syekh Abdul Wahab yang menetap di Babussalam saat ini- ia sendiri masih hafal beberapa bait pantun tersebut, seperti halnya dengan Syekh H. Hasyim el-Syarwani, Tuan Guru Babussalam sekarang. Dalam karya-karya tulisnya inilah, akan terlihat pemikiran-pemikiran sufistik Syekh Abdul Wahab seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut.

Martin van Bruinessen menggambarkan sosok Syekh Abdul Wahab sebagai khalifahnya Sulaiman Zuhdi yang paling menonjol di Sumatera, seorang Melayu dari Pantai Timur… Ia mengangkat seratus dua puluh khalifah di Sumatera dan delapan orang di Semenanjung Malaya. Syekh Melayu ini memiliki pengaruh yang demikian luas di kawasan Sumatera dan Malaya sebanding dengan apa yang dicapai para Syekh Minangkabau seluruhnya…”

Bahkan menurut Zikmal Fuad, mengutip pernyataan Nur A.Fadhil Lubis dalam sebuah seminar “Perbandingan Pendidikan Indonesia Amerika” di Aula 17 Agustus, Pesantren Darul Arafah Medan, tahun 1992 nama Syekh Abdul Wahab sangat dikenal dan diperhitungkan dikalangan Misionaris dan Orientalis di Amerika.

Sumber: http://sufimuda.wordpress.com/2008/08/14/mengenang-syekh-abdul-wahab-rokan/

Silsilah Tarekat

Oleh: Rudy Harahap

Kendati telah wafat sejak sekitar 77 tahun silam, keberadaannya terasa di Kampung Babussalam, Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara. Peziarah mengalir ke makamnya di kampung yang didirikannya. Syekh Abdul Wahab Rokan memang dikenal sebagai ulama ternama di Sumaera.

Lahir pada 19 Rabiul Akhir 1230 H (28 September 1811) di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kab. Rokan hulu, Riau, Wahab tumbuh di lingkungan keluarga yang menjunjung agamanya. Nenek buyutnya, H Abdullah Tembusai, dikenal sebagai alim ulama besar yang disegani.

Salah seorang putra Abdullah Tembusai, bernama M Yasin menikah dengan Intan. Buah perkawinan itu melahirkan di antaranya Abdul Manap. Putra tertuanya ini, kemudian menikah dan melahirkan Syekh Wahab Rokan.

Dengan titisan darah demikian, Wahab sejak kecil terdidik, terutama untuk pelajaran agama. Demi menghapal AlQuran, Wahab kecil tak jarang bermalam, di rumah gurunya. Ia pun patuh pada guru, bahkan kerap mencucikan pakaian orang yang mendidiknya itu.

Keistimewaan telah tampak sejak Wahab masih bocah. Suatu ketika, saat orang terlelap pada dinihari, Wahab masih menekuni AlQuran. Mendadak muncul seorang tua mengajarinya membaca aLQuran. Setelah rampung satu khatam, orang tua itu menghilang.

Kesalihannya ini tak jarang mengalami godaan. Saat ia melanjutkan pendidikan di Tembusai, seorang wanita menggodanya, bahkan mengunci pintu tempat Wahab berada. Wahab terus melantunkan doa sehingga terlepas dari jebakan wanita yang tergila-gila padanya. Begitu pun, suatu ketika saat mandi di sungai, seorang gadis melarikan sarungnya.

Godaan itu tak membuat imannya meleleh. Bahkan, ia kian kukuh mendalami ilmu agama. Setelah dari Tambusai, ia pun ke Malaysia, untuk mendalami ilmu agama kepada Syekh H M Yusuf asal Minangkabau. Wahab yang tumbuh menjadi pemuda berdagang untuk menopang kehidupannya. Menariknya, berkat kesalihannya, ia menyuruh pembeli menimbang sendiri barang yang dibeli. Ini demi menghindarkan kecurangan.

Melanjutkan pendidikan ke MAkkah, ia belajar kepada beberapa guru, di antaranya Zaini Dahlan (mufti mazhab Syafii), Syekh Zainuddin Rawa. Terakhir, ia mendalami ilmu tarEkat kepada Syekh Sulaiman Zuhdi di puncak Jabal Abi Kubis. Sulaiman Zuhdi dikenal sebagai penganut tarEkat Naqsyabandiah.

Menyimak ketekunan muridnya, suatu ketika Sulaiman Zuhdi, resmi mengangkat Wahab sebagai khalifah besar. Penabalan itu diiringi dengan bai’ah dan pemberian silsilah tarekat Naqsyabandiyah yang berasal dari Nabi Muhammad SAW hingga kepada Sulaiman Zuhdi yang kemudian diteruskan kepada Wahab. Ijazahnya ditandai dengan dua cap. Ia pun mendapat gelar Al Khalidi Naqsyabandi.

Setelah kurang lebih enam tahun di MAkkah, ia kembali ke Riau. Di sana, ia yang saat itu berusia 58, mendirikan Kampung Mesjid. Dari sana, ia mengembangkan syiar agama dan tarEkat yang dianutnya, hingga Sumatra Utara dan Malaysia. Namanya pun semerbak. Raja di berbagai kerajaan di Riau dan Sumatra Utara mengundangnya.

Suatu ketika, Sultan Musa Al-Muazzamsyah dari Kerajaan Langkat, gundah. Putranya sakit parah dan akhirnya wafat. Rasa kehilangan ini tak terperikan. Syekh HM Nur yang — sahabat karib Wahab saat di MAkkah — menjadi pemuka agama di kerajaan, menyarankan agar Sultan bersuluk di bawah bimbingan Wahab. Sultan menyetujui dan mengundang Wahab.

Wahab pun datang ke Langkat. Ia mengajarkan tarEkat Naqsyahbandi dan bersuluk kepada Sultan. Setelah berulang bersuluk, Sultan Musa — yang belakangan melepaskan tahtanya dan memilih menekuni agama — memenuhi saran Wahab, menunaikan ibadah haji, sekaligus bersuluk kepada Sulaiman Zuhdi di Jabal Kubis.

Berkat kekariban hubungan guru-murid, Sultan Musa menyerahkan sebidang tanah di tepi Sungai Batang Serangan, sekitar 1 km dari Tanjung Pura. Sultan berharap gurunya dapat mengembangkan syiar agama dari tanah pemberiannya. Wahab menyetujui dan menamakan kampung itu Babussalam (pintu keselamatan). Maka pada 15 Syawal 1300 H, ia bersama ratusan pengikutnya, menetap di sana.

Babussalam berkembang menjadi kampung dengan otonomi khusus. Menjadi basis pengembangan tarEkat Naqsyahbandiyah di Sumatra Utara, Wahab membentuk ‘pemerintahan’ sendiri di kampung itu. Perangkatnya antara lain dengan membuat Lembaga Permusyawaratan Rakyat (Babul Funun).

Hingga kini, kampung itu terjaga sebagai pusat pengembangan tarekat Naqsyahbandiyah. Tetap mendapatkan perlakuan khusus dari Pemda setempat, aktivitas sehari-hari — ditandai dengan kegiatan suluk setiap hari — dipimpin khalifah. Saat ini khalifah kesepuluh Syekh H Hasyim yang memimpin.

Kendati terjalin erat, hubungan Wahab dan Sultan, tak berarti selalu harmonis. Bahkan antara keduanya sempat renggang, saat Wahab difitnah membuat uang palsu. Akibatnya, Sultan memerintahkan penggeledahan ke rumah Wahab. Kendati tak terbukti, bahkan saling memaafkan, Wahab seusai peristiwa itu pindah ke Malaysia. Kepindahannya ini kabarnya menyebabkan sumur minyak di Pangkalan Brandan surut penghasilannya.

Begitu pun, suatu kali penjajah Belanda ‘menekan’ Sultan. Dalihnya, berbekal potret Wahab, ditengarai Tuan Guru Babussalam — demikian panggilan kehormatannya — turut bertempur membantu pejuang Aceh melawan Belanda. Padahal, pada saat bersamaan, pengikutnya menegaskan Tuan Guru berdzikir di kamarnya.

Kembali ke Babussalam, setelah terharu menyaksikan kampung yang dibangunnya menyepi, Tuan Guru menetap di Babussalam. Bersama pengikutnya, ia kembali membangun Babussalam. Tak sekadar berkembang pesat, Tuan Guru bersama Babussalam tumbuh disegani. Tak ayal, Belanda berusaha menjinakkannya.

Maka pada 1 Jumadil Akhir 1241 H, Asisten Residen Van Aken, menyematkan bintang kehormatan kepadanya. Kendati demikian, tak berarti Tuan Guru, terpedaya. Bahkan, di saat prosesi penyematan, Tuan Guru dalam sambutan meminta Van Aken menyampaikan kepada Raja Belanda untuk masuk Islam. Menilai pemberian bintang itu sindiran, ia meminta pengikutnya lebih giat. Bintang kehormatan itu pun kemudian diserahkan kepada Sultan Langkat.

Kendati dikenal sebagai pemuka agama, tak berarti Tuan Guru tak memiliki kepedulian pada politik. Ia mengutus anaknya untuk menemui HOS Cokroaminoto pada 1913. Tujuannya untuk membicarakan pembukaan cabang Sarekat Islam di Babussalam. Tak lama kemudian, SI pun berdiri di kampung yang dipimpinnya.

Tuan Guru wafat di usia 115, pada 21 Jumadil Awal 1345 H (27 Desember 1926), meninggalkan 4 istri, 26 anak, dan puluhan cucu. Hingga kini, setiap peringatan hari wafat (haul), dirayakan besar-besaran. Ratusan pengikutnya yang memegang tarekat Naqsyahbandiah dari berbagai kota di Sumatra hingga Malaysia, dan Thailand hadir.

Silaturahmi di Negeri Seribuk Suluk

Para zurriyat, khalifah dan jamaah Babussalam terserak di dalam maupun luar negeri. Akibatnya silaturahmi menjadi longgar. Demi mengikat silahturahmi Ikatan Keluarga Babussalam Langkat menyelenggarakan silaturrahmi nasional (silatnas).

Berlangsung mulai 18 hingga 20 Oktober mendatang, silatnas diadakan di kampung kelahiran Syekh Abd Wahab Rokan, di Rantau Binuang Sakti yang dijuluki ‘Negeri Seribu Suluk’. Acaranya selain tabliqh akbar, haflah Alquran, juga istighasah Tareqat Naqsyabandiyah. Di hari terakhir (20/10), silatnas ditutup dengan ziarah ke makam ibu dan Syekh Abd Wahad dan ke makan Syekh Zainuddin. Kemudian diikuti ramah tamah sekitar seribu peserta silatnas.


Sumber: http://kapasmerah.wordpress.com/2005/09/29/syekh-abd-wahab-rokan-pemegang-silsilah-tarekat-naqsyabandiyah/

Tentang Besilam

Besilam adalah sebuah perkampungan yang terlatak di Bumi Sumatra Utara lebih tepatnya di daerah Kabupaten Langkat, Kecamatan Padang Tualang, sekitar 65 KM dari kota Medan. Secara etimologis, "besilam" berarti pintu kesejahteraan. Kampung ini pertama sekali dibangun oleh Almarhum Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam. Ia adalah seorang Ulama dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah. Di Kampung ini terdapat makam Syekh Abdul Wahab Rokan yang dikenal juga dengan Syekh Basilam yang merupakan murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah. Tampak sekilas, kampung Basilam mirip dengan sebuah pesantren yang terpencil, teduh, asri,dan damai. terlihat ada Mesjid utama dan sebuah bangunan berkubah lengkung disebelah masjid, sebuah bagunan utama dari kayu hitam yang besar dengan gaya rumah panggung, serta beberapa bangunan tambahan lainnya. Selain terdapat makam beliau, dikampung ini juga merupakan pusat penyebaran Tharikat Naqsybandiah Babussalam yang sekarang dipimpin oleh tuan Guru Syekh H. Hasyim Al-Syarwani, atau lebih dikenal Tuan Guru Hasyim.

Nama lengkap Syeikh Abdul Wahhab bin `Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Lahir 19 Rabiulakhir 1230 H/28 September 1811 M). Wafat di Babussalam, Langkat, pada hari Jumaat, 21 Jamadilawal 1345 H/27 Desember 1926 M. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusei, seorang ulama besar yang 'abid dan cukup terkemuka pada saat itu. Sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat. Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M. Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu dan murid-muridnya. Daerah yang bernama "Babussalam" atau "Besilam" ini di bangun pada 12 Syawal 1300 H (1883 M) yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap, mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya. Di sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu. Tercatat ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada jamaah di Babussalam. Sebagian khutbah-khutbah tersebut -enam buah diantaranya- diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya'ban, Khutbah Ramadhan, Khutbah Syawal, dan Khutbah Dzulqa'dah. Dua khutbah lain tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Sedangkan empat khutbah lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jumat, Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam, dan Khutbah Dosa Sosial. Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan. Walaupun Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan bukanlah sosok yang terkenal dalam pergerakan melawan imperialisme Belanda, tapi ia aktif dalam mengarahkan strategi perjuangan non fisik sebagai upaya melawan sistem kolonialisme. Ia mengirim utusan ke Jakarta untuk bertemu dengan H.O.S. Tjokroaminoto dan mendirikan cabang Syarikat Islam di Babussalam di bawah pimpinan H. Idris Kelantan. Nama Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan sendiri tercantum sebagai penasihat organisasi. Beliau juga pernah ikut terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H. Menurut cerita dari pihak Belanda yang pada saat itu sempat mengambil fotonya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan mampu terbang di angkasa, menyerang dengan gagah perkasa, dan tidak dapat ditembak dengan senapan atau meriam. Sebagai seorang yang sangat dipuja pengikutnya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan cukup dikeramatkan oleh penduduk setempat. Sejumlah cerita keramat tentang beliau yang cukup populer di kalangan masyarakat Langkat diantaranya : pada suatu masa pihak Belanda merasa curiga karena ia tidak pernah kekurangan uang. Lantas mereka menuduhnya telah membuat uang palsu. Ia merasa sangat tersinggung, sehingga ia meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Sumujung, Malaysia. Sebagai informasi, pada saat itulah kesempatan beliau mengembangkan tarekat Naqsabandiyah di Malaysia, di mana sebagian pengikutnya adalah rombongan tour yang sedang kami handle saat ini. Nah, selama kepergiannya itu, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij (sekarang Pertamina) di Langkat menjadi kering. Kepah dan ikan di lautan sekitar Langkat juga menghilang sehingga menimbulkan kecemasan kepada para penguasa Langkat. Akhirnya ia dijemput dan dimohon untuk menetap kembali di Babussalam. Setelah itu, sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Kaum buruh dan nelayan senang sekali. Sesudah beliau wafat, banyak orang yang berziarah dan bernazar ke kuburnya. bertepatan dengan hari wafat Tuan Guru Syeikh Abdul Wahab Rokan diadakanara haul besar peringatan wafat Tuan Guru Pertama, yakni pada tanggal 21 Jumadil Awal setiap tahunnya.

Saat inilah datang ribuan murid dan peziarah dari seluruh pelosok Asia dan Indonesia ke Basilam. Di hari pertama dan kedua haul, pada malam hari seusai shalat isya, para khalifah (sebutan pengikutnya) dan peziarah melakukan dzikir di depan makam Tuan Guru Syeikh Abdul Wahab Rokan. Peziarah datang ke sini selain untuk mengikuti acara dzikir bersama di makam Tuan Guru, juga bersilaturahmi dengan penerus Tuan Guru Basilam. Di saat inilah, kampung Besilam yang biasanya teduh dan tenang mendadak menjadi sibuk karena datangnya ratusan bis ke sana membawa ribuan wisatawan, khalifah, dan peziarah.

Sumber
Advertisement